Laman

Jumat, Februari 25, 2011

Tidak ada film Hollywood? Baguslah...

Bukankah lebih baik tidak ada film barat? film hanya strategi asing merusak moral, meracuni ideologi dan paling parah memaksakan secara halus budaya "free sex for all age" mereka. tentu saja dengan cara yang fun. Otak-otak SMP, SMA bahkan mahasiswa naif banyak yang tidak merasa.
Ya, akhir-akhir ini marak reaksi adanya keputusan importir menghentikan impor film barat, karena tidak setuju sistem pajak Indonesia. Walhasil bioskop-bioskop terancam garing tanpa film Hollywood lagi. Ada yang merasa ini kesalahan pemerintah, merasa rugi, tapi ada juga yang merasa seneng2 aja. Termasuk saya. Lha nonton bioskop aja cuma 5 kali.




1. Film Saur Sepuh, 1990

Jaman SD diajak ortu, tokohnya everlasting in my mind, Brama Kumbara, Mantili, dan Lasmini. Yang jelas tiap pagi dengerin siaran radio sambil bayang2in sendiri. Bener lho. Dengerin cerita radio sama aja dengan berlatih imajinasi. Soalnya saat mendengar seakan-akan berada di setting cerita. Bisa disambi siap-siap berangkat sekolah. Free parno scene (yang kuingat sih :)

2. Tai Chi Master Jet Lee, 1993

Jaman SD, juga diajak sama ortu yang bikin suka beladiri tapi gak bisa berkelahi. Sebenarnya benci pertandingan karena sering kalah. Mana sepakbola ndak bisa. Duh apa hubunganya ya?



3. Mr. Bean, 1997

Nah ini sudah agak Gede, pada jaman SMP kelas 3. Tau nggak apa yang paling kuingat? Ya selain bagian film yang semi porno, ada cuplikan potongan iklan film hot di awal pemutaran. Duh sampe lama keinget2. Bener-bener deh, masih SMP yang belum banyak kepake otaknya eh keisi hal ginian. Pihak bioskop juga gak lihat-lihat usia kita. Harusnya kan gak boleh ya. Jadi terbayang bagaimana anak-anak sekarang yang makin deras terpapar hal-hal parno. Duh... padahal nafsu lebih dulu berkembang daripada akal. Bisa dibayangkan kalau diperturutkan... :(

4. Transformer, Revenge of The Fallen, 2009
Wah, kalo ini mah jaman sudah lulus kuliah. Bagus deh filmnya. Walo memang seperti film2 hollywod. Pasti deh ada adegan yang bikin cenut-cenut. Tapi beda nonton saat umur segitu dengan pas SMP. Sudah dewasa secara akal dan logika.


5. Avatar, 2009
Pertama kupikir animasi. Kalo animasi kan gak mungkin ada parno2 nya ya? Tapi perkiraanku salah. Sepanjang film makhluk-makhluk biru mengumbar aurat berlalu lalang di depan mataku. Indah sih. Tapi kok aku merasa menyesal nonton film ini. Mana Hape E51 ku hilang malam itu. Entah ada hubungannya dengan nonton yang ginian ato ndak. Yang jelas, hilang dan tidak ketemu T.T


Apa yang bisa dipelajari dari contoh kasus orang udik di atas? ternyata badan sensor film pun ndak ngefek di bioskop kelas teri. Terbukti, yang masih berotak SMP, bisa melihat cuplikan film yang ndak tau udah disensor ato belum. Walaupun cuma sekali, ingetnya sampe lamaaaa banget. Untung teralihkan hal-hal lain. Jadi bersyukur saat ini di kota kecil itu sudah tidak ada bioskop. Kalo mau nonton harus ke Yogyakarta. Dan di Yogyakarta pun sebentar lagi tidak ada film-film barat. Hahaha...

Teknologi membuat paparan budaya bisa leluasa diakses oleh semua golongan umur. Dan Apa efeknya? Yang menyenangkan akan dianut, padahal yang menyenangkan belum tentu baik dan benar. Apalagi bila yang mengolah input adalah otak otak murni yang akal logika dan kedewasaan berpikir belum memadai. Anak-anak dan remaja belasan tahun. Merekalah usia terentan.
But wait. Kemungkinan buruk masih ada. Jika film Hollywood ndak ada, maka jadi bisafilm parno made in indonesia malah makin laris. Bukankah sama saja? Duh bagaimana cara menyelamatkan otak adik2 kecil kita ya... mana internet, 3gp di hape pun masih deras menyerbu T.T

Menurut saya hanya pendidikan agama yang kuat serta teladan konsisten dari orangtua yang bisa menjadi pegangan.
Secara saya penggemar film barat, tetapi jarang nonton bioskop ya gak ngefeklah. Tinggal download blue ray di hotspot super cepet. Trus nonton di laptop atao rame-rame sama orang rumah.


Ah cuma sandiwara. Saya sih yakin, Amerika sebenarnya tak akan melepaskan Indonesia sebagai pasar besar film-filmnya. Kapitalis. Prinsipnya, mau berdagang tapi gak mau dipajaki. Biar maksimal untungnya. Juga sebagai penetrasi budaya yang efektif. Kiblat film Indonesia adalah film Holywood yang menjunjung kebebasan ekspresi (termasuk tak mengenal pornografi ya?). Bentar lagi ada negoisasi baru dan selanjutnya film Hollywood banjir lagi ke Indonesia. Lihat saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar