Laman

Sabtu, Juni 23, 2012

Kebijakan Menkes Baru: Kampanye Kondom Remaja Adalah Solusi?

Seperti diberitakan sebelumnya, Menkes Nafsiah akan meningkatkan kampanye penggunaan kondom termasuk kepada remaja berusia 15 sampai 24 tahun. Ia berdalih, kampanye itu selaras dengan MDGs poin 6, yaitu memerangi HIV/AIDS. Kampanye ini menjadi penting, mengingat masih banyak kasus kehamilan yang tidak direncanakan terjadi pada anak-anak remaja, terutama mencegah kehamilan yang tidak direncanakan. Menurutnya, kondisi saat ini berbeda dengan yang terjadi di lapangan dan UU yang menyatakan, yang belum menikah tidak boleh diberikan kontrasepsi sudah tidak relevan. (gatra.com 23 Juni 2012)

Miris hati ini melihat rencana kebijakan kampanye penggunaan kondom pada remaja. Menurut saya hal tersebut yang hanya berorientasi pada target indikator kesehatan Targetnya adalah: bagaimana agar kehamilan tidak diinginkan, kematian karena aborsi dan penderita penyakit kelamin dan sebagainya berkurang? Padahal kehamilan dan penyakit kelamin adalah akibat secara medis. Apakah itu akar masalahnya? Atau pemerintah sudah sedemikian putus asa dan hanya berorientasi target semata? Saya tidak akan menelaah kebijakan kontroversial ini secara ilmiah. Hanya berdasar logika sederhana yang terbatas dan perasaan...

Analogi 1: Anak di bawah umur boleh mengendarai motor asal pakai helm. Kata pemerintah kampanye kondom ditujukan agar remaja yang free sex sadar memakai kondom saat melakukan hubungan seksual. Bukan melegalkan mereka melakukan free sex. Tapi pesan yang sampai adalah free sex boleh kok oleh pemerintah, asal pakai kondom. Karena pemerintah tidak bisa menindak kegiatan rahasia tersebut. Seperti halnya anak-anak boleh kok mengendarai motor asal pakai helm dan tidak ketahuan polisi. Anak-anak saja boleh, apalagi orang dewasa..

Analogi 2: Anak-anak tidak boleh mencuri tanpa alat pengaman dari deteksi polisi. Misalnya saja free sex adalah mencuri dan hamil adalah sanksi polisi. Maka agar bisa mencuri tanpa kena sanksi adalah dengan alat pengaman. Dimana membeli alat pengamannya? Ya dari polisi...

Analogi 3: Anak-anak lapar disodori makanan, boleh makan asal pakai sendok garpu. Apa benar anak-anak yang sudah lapar akan makan menggunakan sendok garpu dengan benar pula? Bagaimana jika laparnya mereka mengalahkan logika memakai sendok garpu lalu langsung memakai tangan? Yang dewasa saja susah diatur kalau makan, apalagi anak-anak...

Analogi 4: Bulan puasa, anak-anak lapar disajikan aroma dan gambar mie instan dimana-mana. Lalu orangtua berkata "kalau mau makan mie instan dan sayur dimasak dulu agar tidak sakit perut". Dan orantua pun sudah memanaskan air di panci dapur agar anak tinggal memasak. Memang pesan orangtua adalah memasak mie dulu agar tidak dimakan mentah, bukan boleh makan saat puasa. Tapi apa yang tersampaikan? Ya, secara tidak langsung orangtua seperti meridoi makan mie instan, asal dimasak dulu walau saat puasa ...

Ya begitulah analogi yang terlintas. Memang tidak didukung penelitian ilmiah. Hanya perasaan dan sedikit bekal religi. Apakah kebijakan menkes sudah didukung bukti ilmiah? penelitian lintas sektoral? atau menkes hanya melihat strategi yang efektif untuk kesehatan saja, bukan berpikir holistik mengenai aspek kultural, religi dan teknologi informasi? Agak suudzon memang...

Saya takut, jika suatu saat free sex jadi budaya. Remaja merasa tidak modern dan udik kalau tidak melakukannya. Dan salah satu tandanya adalah: ketika seseorang membaca tulisan ini maka ia menganggap pikiran yang saya tulis adalah naif dan munafik. Sok idealis. Sok suci. Tidak realistis dan sebagainya.

Bagi saya yang salah tetep salah dan yang benar tetep benar. Bukan menjadi benar karena saya telah melakukannya, atau menjadi salah karena saya tidak melakukannya. Kebenaran menurut siapa? tentu setiap kita mempunyai ukuran dan acuan sendiri. Dan kembali pada hati nurani. Insya Allah. Semoga kita semua dalam perlindungan penjagaan Allah, dimanapun dan di situasi apapun kita sedang dan akan berada. Amiin. Insya Allah...

Sumber Artikel Islam Lanjut: www.muslim.or.id