“Perlahan satu persatu teman-temanku menemukan dunianya. Menemukan pelabuhan tempat singgah dan membagi cerita. Menghabiskan waktu untuk sesuatu yang tercinta.
Entahlah… kadang rasa sepi semakin pekat terasa. Saat di usia yang sudah cukup umur ini aku masih menyepi. Sebenarnya bukanlah yang kumau. Dunia lebih indah jika tak hanya disesaki sendiri.... ”mulailah aku menyalahkan masa lalu...
Pikiran dihinggapi beratus bahkan berjuta kata-kata ”seandainya jika..” yang makin lama makin menumpuk rasa sedih dan sesal. Mungkin ini sebabnya manusia tak boleh terlalu banyak berandai-andai. Mengandaikan masa lalu berubah hanyalah kesiaan tak berujung, seperti tali melingkar. Hanya berputar-putar.
Masa lalu adalah kenangan yang sudah tercetak. Tak bisa di edit lagi. Ia adalah buku pelajaran kehidupan. Tersimpan dalam rak yg lusuh dan berdebu. Aku telah lama mendiamkannya. Karena takut terluka ketika membuka kembali, atau bahkan berusaha menyobek menghapus tulisan-tulisanku sendiri. Akhirnya begitu banyak kenangan dan hikmah hilang tanpa disadari. Dan itu tak merubah apapun... selain rasa sesal dan pengingkaran yang telah terjadi.
Setiap manusia adalah seorang penulis. Dalam berlembar buku yang telah ditentukan jumlahnya. Terserah akan menulis apa. Dan tugasnya adalah untuk merangkai semuanya. Mengadaikan plot-plot cerita yang akan terjadi itulah yang berguna. Perubahan bukan masa lalu tempatnya. Perubahan hanya berlaku untuk masa datang, melalui barisan kata yang tertulis detik ini. Perandaian untuk masa depan adalah sebuah visi. Masa lalu, masa kini dan masa depan adalah sebuah rangkaian cerita bersambung. Dan pengubahan hanya bisa dilakukan saat ini
”Perlahan-lahan teman-temanku datang. Menyaksikan senyumku yang berani melempar sauh dan jangkar. Memutuskan untuk berhenti terobang ambing di tengah lautan tanpa tujuan. Akhirnya kutemukan pelabuhan tempat singgah dan membagi cerita. Menghabiskan waktu untuk sesuatu yang tercinta....”
Itu yang akan tertulis di bukuku...
Tapi apa yang harus kutulis sekarang?