Dua hari lalu, Jumat, 24 Mei 2013 akhirnya X-Factor Indonesia berakhir dan Fatin Shidqia Lubis menjadi pemenangnya. Tentu saja bukan dari pilihan juri atau sponsor, tapi hasil dari pulsa-pulsa yang kesedot dengan sukarela para penggemar Fatin. Bertarung di babak final dengan Novita Dewi, banyak yang bilang bahwa Indonesia telah salah memilih juara. Bila dibandingkan dengan pemenang X-Factor UK atau X-Factor USA kualitas Fatin kalah jauh. Lebih baik Novita dengan teknik dan penampilan kelas dunia yang memukau dan menggelegar ketika membawakan lagu yang "sulit". Bahkan ada yang bilang Fati kalah kualitas dari Rachel Crow dan Carly Rose Sonenclar yang ikut The X Factor USA di usianya yang masih 12 tahun. Lalu, apakah benar Indonesia salah memilih?
Kompetisi mengenai popularitas bukan hanya kualitas suara
Kualitas suara dan performance tidak serta merta sebanding dengan popularitas. Sesungguhnya kalau dicermati, kedua belas kontestan X-Factor Indonesia semuanya punya suara yang bagus dan khas. Hanya saja "paket" manakah yang paling "mencuri" hati dan pulsa orang Indonesia? Dan ternyata "paket" itu ada dalam sosok Fatin yang secara kualitas bernyanyi, saya rasa, tidak lebih baik dari Novita Dewi. Tapi sosoknya yang imut, masih muda, suara yang tidak pasaran dan faktor-faktor X lainnya yang berhasil mengimbangi kekurangan dalam teknik vokal dan konsistensi performance.
Fatin adalah presentasi kecintaan dan harapan Indonesia
Indonesia telah memilih bahwa mereka rela menjadikan Fatin sebagai pemenang kompetisi X-Factor. Ya seperti pemilihan umum langsung, bedanya setiap orang disini punya lebih dari satu kesempatan suara. So, semakin besar kecintaan mereka, indikatornya semakin banyak pulsa yang "rela" disumbangkan untuk Fatin. Nah faktor ini berarti bisa ke arah horisontal (banyaknya pemilih) dan vertikal yaitu kedalaman rasa suka (satu pemilih berapa suara/pulsa yng dikirimkan). Semakin banyak orang yang suka dan semakin dalam rasa tersebut maka pulsa yang terkirim semakin bnyk juga. So, rasa suka orang Indonesia paling besar dari ke 12 kontestan ternyata adalah kepada Fatin.
Jadi, apakah Indonesia salah memilih? X-Factor yang mana?
Sebenarnya, salah atau tidak itu relatif. Karena Fatin merepresentasikan kecintaan orang Indonesia. Saya rasa, yang mengirim sms vote Fatin tidak peduli jika Fatin dibandingkan dengan juara X-Factor USA dan UK misalnya. Ingat lho, X-Factor itu luas, bukan hanya tentang soal suara yang bagus. Beberapa kawan ternyata memilih Fatin karena ingin sosok idola yang bisa menjadi role model ramaja muslim baik prestasi atau perilaku. Ada juga yang memilih karena sifatnya yang polos dan unyu-unyu jadi senang melihatnya. As simple as that :D.
So, setiap orang mendefinisikan X-Factor Fatin secara personal sehingga ia bersedia menyumbangkan pulsa. Mereka punya alasan masing-masing. Dan kemenangan Fatin, adalah bukti bahwa Fatin punya paling banyak "X-Factor" yang berhasil menyita hati dan pulsa orang-orang Indonesia. Jadi, bila membandingkan dengan juara acara serupa di negara lain dan bilang Fatin adalah "pilihan yang gak mutu secara kualitas" berarti masih sempit pemahamannya tentang X-Factor. Setiap bangsa punya pandangan, punya standar penilaian dan punya definisi "X-Factor" yang berbeda. Dan inilah wujud penyanyi baru pemilik X-Factor-nya Indonesia :D