Laman

Selasa, Desember 25, 2012

Pengalaman Mengenai Toleransi Beragama

Setiap orang beragama di komunitas masyarakat yang majemuk, pasti mempunyai pengalaman 
mengenai kehidupan beragamanya. Ada yang mengalami konflik antar agama sedemikian berat sampai membuat keributan fisik. Ada juga yang hidup beribadah berdampingan dengan nyaman,  merasa aman terhadap pemeluk agama lain. Toleransi beragama. Sebuah istilah yang pada setiap orang mungkin mempunyai definisi berbeda dalam memaknainya. Termasuk saya. Berikut ini sekedar berbagi pengalaman mengenai toleransi beragama yang pernah saya alami.


Pengalaman Mengenai Toleransi Beragama
Tujuh tahun yang lalu saya pernah tinggal di sebuah kos-kosan daerah Pogung Dalangan, Yogyakarta. Letaknya persis di depan masjid dan taman kanak-kanak. Tempat itu mempunyai delapan kamar, jadi saya tinggal seatap dengan 7 teman lainnya. Dari kedelapan orang mahasiwa 4 orang beragama Islam, 3 orang Kristen dan 1 orang Katolik. Seingat saya kami hidup berdampingan dengan nyaman. Lima kali sehari suara azan berkumandang "sangat bising" memecah keheningan dini hari, menganggu tidur siang atau tiba-tiba mengagetkan ketika sedang membaca koran. Akan tetapi, teman-teman Kristen dan Katolik tidak pernah protes ke pengurus Masjid untuk tidak perlu keras-keras azan. Temen saya yang Kristen dan Katolik termasuk taat agamanya. Tiap minggu mereka ke Gereja. Kadang-kadang kos jadi ramai karena ada latihan nyanyi paduan suara di kamar mereka. Kami yang tetangga kos muslim tentu saja "terkena efek kebisingan" yang timbul, tapi kami tidak pernah melabrak dan membubarkannya. Apakah ini bentuk toleransi beragama?

Apakah mungkin suatu ibadah agama tertentu tidak menganggu pemeluk agama lain?
Idealnya ketika beribadah kita tidak mengganggu kenyamanan pemeluk agama lain. Tetapi pada prakteknya, tentu saja perbedaan jenis ibadah kadang "mau tidak mau" mengganggu kenyamanan pemeluk agama lain. Misalnya ketika Natal di Gereja atau Sholat Ied ketika Idul Fitri, bukankah suara paduan suara, keramaian, kemacetan dan lainya merupakan gangguan kenyamanan bagi pemeluk agama lain? Hal tersebut tentu saja tidak bisa dihindari. Terpaksa "saling mengganggu" pastilah ada. Menurut saya, yang dibutuhkan adalah pengertian dan permakluman secara wajar. Atas dasar ini antar pemeluk agama dapat menjalankan ibadah sesuai keyakinanya dengan tenang dan aman.

Toleransi: Membiarkan pemeluk agama lain menjalankan agama sampai batas tertentu
Masing-masing dari kami punya keyakinan sendiri. Saling menghargai jika orang lain menjalankan ibadahnya. Kami yang muslim, kadang menjadi mayoritas (dalam level azan di kampung) atau minoritas (saat temen kos kami kamarnya penuh karena latihan paduan suara). Kami berusaha memahami dan memaklumi. Membiarkan pihak lain menjalankan ibadah. Dan jika terpaksa mengganggu dengan kebisingan, sebagai minoritas kami mencoba memahami kepentingan mayoritas. Sebagai mayoritas, kami menjalankan ibadah dengan segala kesadaran mungkin "terpaksa" menganggu minoritas. Kami saling membiarkan masing-masing pihak menjalankan sesuatu dalam rangka ibadah mereka.


Batasan Toleransi dalam Agama
Apakah pembiaran ini tak terbatas? Tentu saja ada batasnya. Batasnya adalah jenis ibadah itu sendiri. Tidak boleh ada "pemaksaan" untuk terlibat dalam kegiatan ibadah agama lain (ritual). Dan batasan-batasan ini harus didefinisikan oleh agama atau kesepakatan ahli agamanya masing-masing. Setahu saya dalam Islam, batasan toleransi ini (toleransi dalam islam=tasamuh) diputuskan oleh ulama atau ahli agama berupa fatwa mengenai sesuatu hal. Para ulama mendasarkan pada Al-Quran sebagai Kitab Suci dan Hadis Nabi sebagai sumbernya. Bila tidak diatur secara tekstual, maka ada langkah Ijtihad (usaha sungguh-sungguh memutuskan sesuatu) oleh para ahli agama sehingga tetap ada keputusan. Misalnya kesepakatan ulama/fatwa di organisasi Muhammadiyah atau Majelis Ulama Indonesia mengenai ucapan "Selamat Hari Natal" kepada pemeluk agama Kristen/Katolik yang merayakannya.

Apakah kami mengucapkan "Selamat Hari Natal" pada teman Kristen/Katolik?
Kami yang muslim, tentu tidak keberatan dan membiarkan pemeluk Kristen/Katolik merayakan Natal pada tanggal 25 Desember. Akan tetapi, sesuai "batasan" dalam agama Islam (Fatwa MUI dsb),  kami tidak boleh sampai mengucapkan "Selamat hari Natal" pada mereka. Teman-teman kami yang Kristen/Katolik juga tidak pernah menuntut atau memaksa kami mengucapkannya pada mereka. Mereka menghargai sikap kami untuk mematuhi ajaran agama berupa larangan mengucapkan hal tersebut. Bukankah ini bentuk toleransi mereka terhadap sikap kami? Pengertian mengapa kami tidak mengucapkan "Selamat Natal" walaupun mereka mengucapkan "Selamat Idul Fitri" atau "Selamat Lebaran" pada kami yang muslim. Batasan masing-masing agama berbeda dalam bertoleransi. Karena bagi mereka mengucapkan "Selamat Idul Fitri" adalah "boleh" sedangkan bagi kami ucapan "Selamat Natal" pada mereka adalah "tidak boleh". Dan apa yang terjadi? Tidak ada masalah :D.

Bacaan Lanjut: Islam dan Toleransi
Bacaan Lebih Berat: Larangan Ucapan Selamat Natal 
Bacaan Toleransi dan Tasamuh




Sabtu, Desember 22, 2012

5 cm dan Habibie & Ainun adalah Film Terbaik Tahun 2012

Pemutaran film "5 cm" dan "Habibie & Ainun" di penghujung 2012 disambut antusias oleh masyarakat awam, termasuk saya. Kedua film ini direview bagus oleh beberapa kritikus film. Banyak pujian diberikan oleh banyak penonton yang tercermin dari komentar-komentar di trailer youtube, facebook atau forum. Hal ini membuat saya makin yakin kalau film 5 cm dan Habibie & Ainun  adalah Film Terbaik Tahun 2012. Karena film bagus harus dihargai, maka saya sebagai perwakilan orang awam (bukan wakil rakyat-red) akan menyampaikan aspirasi usulan jenis penghargaan untuk keduanya. So, Film 5 cm dan Habibie & Ainun  adalah Film Terbaik Tahun 2012 dengan kategori:

 
 
The Best Motivational Movie of The Year
Film 5 cm merupakan film yang mendasarkan pada tema persahabatan dan semangat. Diadaptasi dari novel best seller berjudul sama, akting 5 sahabat dalam film ini tampak alami. Setting pun sangat dengan dengan kehidupan kebanyakan orang muda di Indonesia. Bukan hanya cerita dan dialog yang penuh kaya arti filosofis dan membuat berpikir, film ini berhasil merekam alam Indonesia super indah :D, terutama pegunungan. Nasionalisme secara alami akan timbul setelah melihat film ini. Keterlibatan emosional penonton dengan suksesnya terbangun. Film 5 cm adalah salah satu film yang setelah ditonton akan meninggalkan "jejak" di hati dan pikiran kita.  Yakin deh, bakal banyak yang jadi ingin naik gunung hehe...


The  Best Romantic Movie of The Year
Penghargaan Film Terbaik Kategori "The  Best Romantic Movie of The Year" jatuh pada Film "Habibie & Ainun". Menonton film ini akan menguras emosi, membuat terharu sampai menangis. Tidak usah malu, bahkan Pak SBY pun sampai nangis kok setelah melihat film yang bertaburan kalimat-kalimat romantis ini. Yang jelas setuju banget pendapat Pak SBY, kalau film yang mampu membuat tersentuh setelah Ayat-Ayat Cinta (AAC) tahun 2007, ya baru Film Habibie dan Ainun. Romantisme film terasa sempurna karena merupakan true story dari mantan presiden dan ibu negara, berbeda dengan AAC yang berupa fiksi. Akting paling jempol adalah Reza Rahadian yang (hampir) perfect memerankan Pak Habibie. Yakin deh, postur tubuh yang jelas sangat berbeda, menjadi tidak masalah setelah melihat gestur dan ucapan yang sangat-sangat mirip dengan tipikal Pak Habibie :D

Masing-masing film mempunyai segmen penonton yang berbeda tetapi sangat universal. Remaja sampai dewasa muda mungkin sangat terhibur dengan Film 5 cm karena "kedekatan dunia" dan "kekiniannya". Jadi paling pas dan seru kalau ditonton rame-rame bareng teman.  Sementara itu, Film Habibie dan Ainun mempunyai jangkauan penonton lebih lebar, dari remaja sampai generasi tua. Memori tentang Pak Habibie yang masih melekat akan membuat keterhubungan secara emosional dan faktual. Kuatnya aspek romantisme film ini menjadikannya sangat cocok ditonton bersama pasangan dan keluarga. Sambil belajar sejarah, kehidupan mantan Presiden RI dari sudut pandang berbeda. Ingin membuktikan? Nggak rugi deh nonton kedua film di atas rata-rata ini. Bravo Film Indonesia!!!